Memang begitulah mereka. Kau tak
usah menyesali mereka. Anak-anak harus sangat sabar terhadap orang-orang
dewasa. (Pangeran Kecil, Hal. 24)
“Pangeran Kecil” dari Antoine de Saint-Exupery adalah salah satu dari
beberapa karya sastra yang tak segan saya baca berulang-ulang. Jumlah
halamannya sedikit, ceritanya, bagi saya, menakjubkan. Dengan alasan kedua,
saya pernah menghadiahkan “Pangeran Kecil” kepada dua orang. Yang pertama,
kawan saya. Yang kedua, kekasih saya. Saya hadiahkan mereka tahun 2011 (jika saya
tak salah ingat). Tapi hingga sekarang mereka berdua belum juga selesai membaca
“Pangeran Kecil”. Padahal saya hanya perlu 1-2 jam untuk menyelesaikan “Pangeran
Kecil” dalam sekali baca. Tapi, seperti baris yang saya kutip di atas, tak usah menyesali mereka. Saya pikir
mereka punya alasan atas belum juga menyelesaikan “Pangeran Kecil”.
Kawan saya, Hanz Sinelir, mendapat “Pangeran Kecil” sebagai hadiah atas
gelar sarjananya. Setelah mendapat gelar sarjana, Hanz bekerja (sambil
menyelesaikan kuliahnya di universitas lainnya. Iya, Hanz ini berkuliah di dua
tempat.) Ibarat tokoh dalam “Pangeran Kecil”, Hanz adalah Penyulut Lampu
sekaligus Geografer. Hanz sibuk “mematuhi” tuntutan-tuntutan dari pekerjaannya
serupa Penyulut Lampu yang setia menaati perintah untuk menghidup-matikan lampu
di planetnya. Ia juga masih harus berkutat dengan buku-buku besar layaknya Geografer.
Kekasih saya lain lagi. Saya berikan “Pangeran Kecil” padanya di masa-masa
saya memilih untuk pergi dari hubungan kami. Saya pikir, kami sama-sama terluka
sebab keputusan saya. Sekarang, saat kami sudah bersama lagi, kami sering
berbagi tentang kehidupan masing-masing saat putus dulu. Kekasih saya berulang
kali bilang bahwa ia merasa kesepian di terlalu banyak malam. Saya lalu
membayangkan kalau ia pernah sibuk serupa Peminum. Yang ketika ditanya Pangeran
Kecil, “Kenapa kau minum?” menjawab “Untuk melupakan.” Tapi, selama itu (dan
sampai sekarang), kekasih saya juga berusaha keras agar serupa Geografer yang
sibuk menulis.
Dan jika mereka berdua sibuk begitu, sulit untuk tidak menganggap bahwa bagi
mereka menyelesaikan sebuah buku adalah perkara sepele. Apalagi sebab buku itu
tidak membantu apa-apa untuk menyelesaikan kesibukan mereka. Apalagi buku itu
berjudul “Pangeran Kecil”, yang ditulis dengan bahasa yang sederhana, yang ada
ilustrasi-ilustrasi serupa buku untuk anak-anak. Mungkin, bagi mereka “Pangeran
Kecil” terlalu sepele.
Aih, padahal saya memberikan “Pangeran Kecil” sebab saya bisa mengidentifikasikan
hubungan saya dengan mereka di “Pangeran Kecil”. Saya ingin Hanz tahu bahwa saya mengaitkan hubungan saya dengannya
seperti hubungan Pangeran Kecil dan Rubah. Bahwa bagian berikut:
“Aku ingin menjinakkanmu,” jawab
pangeran kecil, “tetapi aku tak punya banyak waktu. Aku harus mencari teman dan
belajar memahami banyak hal.”
“Kita hanya bisa memahami apa yang
telah kita jinakkan. Manusia tak lagi punya waktu untuk memahami segala hal.
Mereka membeli segala barang yang sudah jadi di toko. Tetapi tak ada toko yang
menjual teman, maka manusia tak lagi punya teman. Jika kau menginginkan teman,
jinakkanlah aku!”
Serta bagian lainnya di mana ada Pangeran Kecil dan Rubah mengingatkan saya
pada pertemanan kami. Saya berikan “Pangeran Kecil” pada kekasih saya, sebab
saya ingin dia tahu soal hubungan antara Pangeran Kecil dengan bunga mawar. Saya
ingin dia tahu meski Pangeran Kecil pergi dari planetnya (dan meninggalkan bunga
mawar di sana), Pangeran Kecil selalu memikirkan bunga mawar. Saya juga ingin
kekasih saya tahu bahwa Pangeran Kecil pernah berkata kepada bunga-bunga mawar
yang lain: “...Tentu saja, orang yang
sekadar lewat akan mengira mawarku, walaupun cuma setangkai, jauh lebih berarti
daripada kalian semua, karena dialah yang kusirami. Karena dialah yang kututup
dengan kubah kaca. Karena dialah yang kulindungi dengan tabir. Karena dialah
yang ulat-ulatnya kubunuh (kecuali dua atau tiga yag kami biarkan hidup agar
menjadi kupu-kupu). Karena dialah yang kudengarkan, waktu dia mengeluh, atau
menyombongkan diri, atau ketika dia cuma membisu. Karena dia mawarku.”
Tapi sekali lagi, seperti orang-orang dewasa lainnya, mereka berdua terlalu
sibuk untuk menyelesaikan “Pangeran Kecil”. Dan saya, mungkin, terlalu
kekanak-kanakan sebab membuat tulisan seperti ini.
*Gambar-gambar diambil dari google.
kamu orang dewasa yg kekanak-kanakan. #7harimenulis
ReplyDeleteberbahagialah kita yang mampu menikmati cerita anak-anak dan menyadari pelajaran 'mendewasakan' di dalamnya yang kadang tak terpikirkan (atau mungkin sengaja diabaikan) oleh orang dewasa dan bacaan-bacaan 'dewasa'nya :)
ReplyDeleteoh i like it. pada sesuatu yg sederhana, ternyata kamu mengartikannya sangat dalam sekali. sweet :)
ReplyDelete