Judul tulisan ini adalah arti dari “Yovi Amanda”. Nama
teman saya. Saya bertemu dengan Yovi di tahun 2008. Saat itu kami berdua
sama-sama masih mahasiswa baru di Fakultas Filsafat UGM. Meski tak pernah
saling sapa saat masa orientasi mahasiswa (yang dinamakan OSPrEK oleh
panitianya), saya memperhatikan Yovi sejak itu. Adalah kuteks warna-warni yang
menghiasi kuku-kukunya yang membuat saya memperhatikan Yovi. Saya suka caranya
mewarnai kuku-kukunya, caranya menyandangkan apa-apa di tubuhnya.
Dulu, di tahun awal kuliah, ketika banyak mahasiswa gemar
jalan dan nongkrong bersama-sama,
Yovi lebih senang menyendiri ke laboratorium komputer. Tampaknya, saat itu ia
lebih senang menulis blognya dan mengirim surat-surat elektronik pada seorang
laki-laki. Perlu beberapa bulan saling sapa biasa untuk membuat saya dan Yovi
bisa bercakap dengan lebih akrab.
Seingat saya, penanda kedekatan kami adalah
tulisannya tentang saya. Selain, tentu saja, panggilan “sayang” yang kami
gunakan untuk menyapa satu sama lain (dan saya lupa dimulai sejak kapan tapi
masih tetap kami gunakan sampai sekarang). Saya pernah membuat satir terkait
panggilan sayang itu. “Memang cuma kamu yang awet panggil aku
sayang, yang.” Kala itu, saya baru putus dengan kekasih saya. Oiya, saya dan Yovi hanya orang-orang
biasa. Yang lebih senang bercakap-cakap tentang orang dan peristiwa ketimbang
membicarakan ide ketika kami berjumpa. Tapi, dari sana, saya yakin, kami berdua
tetap belajar sesuatu. Misalnya, ketika sedang membicarakan seorang kawan yang
nyinyir, saya pikir baik saya dan Yovi belajar untuk tidak menjadi nyinyir.
Atau ketika membicarakan pernikahan kawan yang lain, bisa jadi hadir tanya
reflektif dalam diri masing-masing: kapan giliran saya? Apakah saya cukup
berani untuk menikah? Dan masih banyak lagi hal-hal yang terbagi di antara
kami.
Hari ini, 05 Januari 2013, Yovi berusia 23 tahun. Dia
resmi beda 2 tahun dengan saya. Di usia 23 tahun, Yovi, menurut saya, sudah
punya alasan yang cukup untuk berbahagia. Dia punya gelar sarjana, dia punya
pacar, dia punya pekerjaan, dan dia punya keahlian (betapa saya iri pada
bakatnya di musik dan seni rupa). Dan tentu saja dia punya mimpi. Sepertinya
Yovi sedang giat menabung, mempersiapkan diri untuk hubungan yang lebih tinggi
tarafnya dari berpacaran, dan mencari beasiswa untuk lanjut S2. Mimpi-mimpi,
yang, entah dia sadar atau tidak, selalu saya tanyakan kabarnya setiap saya
bertemu dengannya. Meski saya tidak pernah mendoakan Yovi agar mimpi-mimpinya
tercapai, saya yakin mimpi-mimpi Yovi itu bisa jadi nyata. Dan jika keyakinan
sudah ada, saya pikir doa jadi tidak perlu.
Salah satu sketsa Yovi. Di sketsa ini adalah saya dan dia. |
Jika tidak salah hitung, sudah 5 ulang tahun Yovi yang
terlewati sejak kami berteman. Tapi tak pernah sekalipun di ulang tahunnya saya
memberikannya kado. Saya yang mengaku teman akrabnya ini. Saya yang bertukar
panggilan “sayang” dengannya. Pun Yovi tidak pernah memberikan kado saat saya
berulang tahun.
Tadi ada tawa kecil yang hadir ketika saya menyadari hal
di atas. Tapi bisa jadi kado-kado itu sebenarnya sudah hadir selama ini. Hanya
saja tidak tiap 5 Januari dan tidak tiap 17 April yang ulang tahun saya. Kado-kado
itu berwujud kunjungan saya ke kosannya dengan membawa es krim saat dia patah
hati, baju-bajunya yang dipinjamkan tiap saya menginap di kosnya (dan selalu
telat saya kembalikan), waktu-waktu yang kami sisihkan di tengah rutinitas masing-masing
untuk keluar makan dan bertukar kabar, saran Yovi agar saya meninggalkan mantan
kekasih saya yang suka memukul dan khianat, beberapa ide yang pernah saya
berikan untuk ilustrasi-ilustrasi Yovi, kerelaan masing-masing dari kami untuk
menggantikan jadwal mengajar Tia jika ada yang berhalangan, saling puji yang
kami berikan atas sandang dan aksesoris yang kami kenakan, pesan saya agar dia
sabar saat ada masalah dengan kekasihnya, perjalanan kami berdua ke
Yogya-Solo-Yogya di suatu waktu, kepercayaan masing-masing dari kami untuk
membagi kisah-kisah keluarga, dan masih banyak lagi.
Sekali lagi, hari ini Yovi ulang tahun. Mungkin besok,
ada baiknya saya datang ke kosnya. Membawakan kado. Kado, bukan untuk
memperingati ulang tahunnya, tapi untuk merayakan kesadaran bahwa selama ini
tidak pernah ada kado dari saya untuk Yovi di 5 Januari. Sekalian, saya perlu
membayar pulsa yang saya beli darinya. Sesuatu yang sudah saya janjikan sejak
beberapa hari lalu. Mungkin. Jika besok saya tak jadi ke kosnya, saya tahu,
sayalah yang akan menerima kado dari Yovi: pemakluman atas kebiasaan saya
menunda-nunda sesuatu. Entah untuk yang keberapa kalinya. Ah, selamat ulang
tahun, Yovi Amanda!
No comments:
Post a Comment