Thursday 24 January 2013

Baju buat Toha*



Gambar oleh Hanz Sinelir


Saya mengenal Toha Pratama di 2008, sejak kami sama-sama resmi jadi mahasiswa. Saya lupa sejak kapan kami mulai akrab. Yang jelas, saya ingat bahwa jadi akrab dengan Toha (begitu kami biasa memanggilnya) adalah perkara mudah. Soalnya, Toha adalah kawan yang murah hati. Saya berani bertaruh, tidak sedikit kawan-kawan seangkatan di Fakultas Filsafat UGM yang memilih Toha sebagai tempat mengadu pun meminta tolong. Pengalaman berinteraksi dengan Toha membuat saya tahu bahwa Toha jarang sekali menolak memberi bantuan. Suatu ketika saya pernah bertanya kepada Toha, kenapa ia begitu mudah membantu orang lain. Namun, saya tidak mendapat jawaban. Saya kemudian memikirkan beberapa kemungkinan. Pertama, Toha adalah anak tunggal. Tidak memiliki saudara sangat mungkin membuat Toha memberikan perhatian layaknya saudara kepada kawan-kawannya. Kedua, Toha adalah seorang yang selo (dan kesepian). Setahu saya, Toha tidak memiliki kewajiban-kewajiban lain di luar kuliah (seperti kerja, berorganisasi). Maka, saat kuliah usai, ketimbang pulang ke rumahnya yang sepi (sebab ibunya yang orangtua tunggal bekerja) dan sendiri di sana, meladeni ajakan atau permohonan bantuan teman mungkin terasa lebih menyenangkan. Ketiga, mungkin Tuhan memang menciptakan beberapa manusia dengan kebaikan hati yang luar biasa. Toha adalah salah satunya. Titik. 

Sebagai kawannya, saya pikir sudah jadi semacam keharusan bagi saya untuk memperhatikan Toha. Maka, tiap bertemu dengannya saya suka bawel bertanya macam-macam. “Toha, bagaimana rencana skripsi?”, “Toha, bagaimana kabar pacar orang yang juga pacarmu?”, “Toha, sibuk apa sekarang?”, dan sebagainya dan sebagainya. Tapi tentu saja sebelum bertanya tentang hal-hal itu, saya akan lebih dulu mengamati raut wajah Toha dan pakaian yang dipakainya. Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan selalu mendapat jawaban yang beragam. Raut wajah Toha selalu berubah-ubah, sesuai dengan suasana hatinya. Tapi, satu hal yang nyaris tetap dari Toha adalah pakaian yang dipakainya.
Cara Toha berpakaian begitu-begitu saja. Celana panjang (seringnya berbahan kain dan berwarna abu-abu yang sebenarnya celana seragam SMA. Demi Tuhan!). Kaos (jika bukan kaos putih untuk dalaman laki-laki maka kaos-kaos itu akan ada tulisan Bank BPD DIY di bagian-bagian tertentu. Sekali lagi, demi Tuhan!). Celana panjang dan kaos-kaos itu ibarat template berpakaiannya.  

Suatu waktu, seseorang bernama Suluh Pamuji pernah berkata pada saya bahwa pengetahuan orang akan fashion tidak bisa dinilai dari mampu tidaknya dia membeli pakaian yang bagus kemudian memakainya. Saya sepakat dengan Suluh. Menurut saya, Toha tahu fashion. Buktinya, ia bisa memberi pujian pada kawan-kawannya (seringnya perempuan) yang tampil cantik dengan gaun-gaun indah. Pun ia mampu menilai sandang yang dikenakan orang (lagi-lagi, seringnya perempuan) pantas atau tidak, sepadan atau tidak. Pun saya pikir, Toha sebenarnya tidak punya masalah dengan kemampuan membeli lalu mengenakan pakaian yang bagus. Toha mampu secara ekonomi (oiya, saya belum bilang bahwa ia memakai jazz ke kampus). Toha bisa saja, misalnya, menghabiskan uang yang dipakainya untuk mentraktir kawan-kawannya demi memborong pakaian yang bagus. Pun sebab ia sering membeli gadget baru, mestinya membeli baju baru adalah hal yang mudah untuknya. Tapi ia tidak melakukannya. Suatu malam, saya dan Hanz Sinelir pernah bertanya soal pakaiannya yang begitu-begitu saja. Kalau saya tidak salah ingat, dari jawaban Toha kami tahu bahwa ia tidak ambil pusing dengan perkara sandang. 

Hingga akhirnya di 13 Januari 2013, pukul 5:24 pm, Toha berkicau lewat akun twitternya @TohaPratama. Begini kicauannya: Hanya punya baju gratisan dari bank :*) Saya pikir kicauannya itu bisa dibaca sebagai kesadaran Toha bahwa cara berpakaiannya MEMANG begitu-begitu saja. Mumpung 13 Januari belum lama berlalu, saya pikir tidak ada salahnya untuk merayakan kesadaran Toha tentang cara berpakaiannya itu dengan membuat “Baju buat Toha”. Masing-masing dari kita (kawan-kawan Toha) bisa memberikan, mengutip kicauan Hanz (@zsinelir), “Pakaian layak pakai untuk @TohaPratama”. Tentu saja bukan dengan semangat filantropi (sebab Toha tidak butuh itu). Semangat yang saya ajukan adalah membalas tiap-tiap kebaikan Toha kepada kita. Akhirnya, semoga tiap “Baju buat Toha” bisa menunjukkan bahwa kita peduli padanya.   

*Tulisan ini adalah (semacam) pengantar untuk proyek iseng berjudul serupa yang akan diselenggarakan (semoga) dalam waktu dekat ini. 

No comments:

Post a Comment