Wednesday 16 January 2013

Di Balik Senyum Barbie




Tanya selalu suka barbie. Ia punya beberapa koleksi barbie. Koleksi yang didapatkan dari kado ulang tahun, hadiah dari mama atas nilai rapornya yang baik, atau oleh-oleh yang dibelikan papa sepulang dari bertugas di luar kota. Barbie-barbie itu kurus dan berambut pirang panjang. Tanya rasa, mereka cantik. Sama cantiknya dengan tante-tante Tanya yang tidak kurus dan tidak berambut pirang panjang. Tapi, bukan itu alasan utama Tanya suka sama barbie. Tanya suka sama barbie sebab barbie itu memiliki pekerjaan. Barbie-barbie Tanya ada yang memakai baju dokter, perawat, pembaca berita, dan koki. Memang sih, suatu hari, ayah pernah membelikan Tanya sebuah barbie yang memakai gaun. Tidak memakai seragam pekerjaan tertentu. Awalnya, Tanya duga barbie itu pasti tidak memiliki pekerjaan. Tanya jadi kurang suka dengan barbie itu. Setelah Tanya pikir-pikir, ada pekerjaan yang tidak butuh seragam. Model, pedagang, pemusik, pelukis, penulis, misalnya. Mulai saat itu, jika diberi barbie yang tidak berseragam, Tanya akan bertanya mereka ingin bekerja sebagai apa. Selalu ada jawaban dari barbie-barbie Tanya. Iya, selain cantik, semua barbie Tanya bekerja. Makanya, Tanya sayang barbie-barbienya.

Saking sayang dengan barbie-barbienya, Tanya menyediakan hari khusus di setiap minggu untuk bercakap-cakap dengan mereka. Sambil bercakap, ia membersihkan debu yang menempel di tubuh dan baju mereka serta menyisir rambut barbie-barbienya dengan sisir khusus barbie. Sebenarnya barbie-barbie Tanya bisa melakukan hal itu sendiri. Tanya saja yang sengaja membuat kebiasaan itu. Tanya mau membuktikan rasa sayangnya lewat kebiasaan yang ia ciptakan. Dan hari ini termasuk hari bercakap-cakap dengan barbie-barbie itu.  

“Aku perhatiin, kalian sama semua yah?” Tanya bertanya pada barbie-barbienya saat menyisir rambut barbie bergaun merah yang mengaku sebagai pelukis.

“Apa sebab bentuk tubuh dan warna rambut kami, Tanya?” sambil tersenyum, barbie yang memakai baju dokter bertanya.

“Bukaaaan bukaaaan. Aku pikir-pikir kalian keliatan mirip gara-gara kalian semua senyum. Hehehe. Kalian pasti senang banget ya jadi barbie? Makanya gak pernah sedih.”

“Kata siapa. Kami sering merasa sedih kok. Cuma, kata pembuat kami, ‘Kesedihan tidak pantas ditunjukan.’ Makanya, kami selalu nunjukin senyum kami ke manusia,” jawab si barbie pembaca berita.

“Kok gitu sih? Gak papa lagi kalau kalian sedih dan mau nunjukin kalo kalian sedih.”

“Tapi Tanya, semua orang suka kebahagiaan, bukan kesedihan,” sahut barbie penulis dan pemusik bersamaan.

“Iya. Tapi, kata mama aku, yang paling penting itu kejujuran loh. Kalau kalian sedih tapi senyum melulu berarti kalian pura-pura tuh. Saat sedih, kalian boleh tidak senyum kok. Menangis juga boleh,” ucap Tanya sambil membersihkan debu di tubuh dan baju barbie koki.

Tapi papa mamamu ngasihin kamu boneka barbie biar kamu ada temannya. Dan kalo nemanin kamu, kami gak boleh sedih kan?” sambil memainkan rambutnya, si barbie model berkata.

“Ye, justru karena kalian teman aku, kalian boleh nangis. Teman bukannya buat cerita hal-hal yang nyenengin dan yang sedih yah? Aku aja kalau sedih karna nilai ulanganku turun atau nonton berita tentang hutan yang terbakar, suka cerita ke kalian kan? Terus selama ini kalau sedih kalian ngapain?”

“Kami berbagi kesedihan-kesedihan kami, Tanya. Tentu saja saat kamu tidak di kamar atau sedang tidur. Biasanya ada yang sampai menangis, ada juga yang hanya cemberut, atau sekedar mengeluh dengan mimik datar,” kali ini barbie berkacamata yang katanya adalah seorang guru berbicara.

“Berani banget kalian berbagi rahasia di belakang aku. Hum hum hum? Aku tuh ngerawat kalian, tapi aku malah diginiin. Kalian harus menerima hukumanku. Haruuuuuuuus!” Dengan mata yang sengaja dibikin melotot, Tanya pura-pura menarik rambut barbie-barbienya. Barbie-barbie Tanya tertawa-tawa kecil melihat kelakuan Tanya yang mungil itu.

“Memangnya apa sih yang bisa bikin kalian menangis?”

“Macam-macam, Tanya. Bisa karena ada barbie yang jahat ke barbie yang lain. Bisa juga karena berita-berita terdengar dari televisi di ruang keluargamu,” barbie pedagang menjelaskan.

“Eh, tapi ada juga yang nangis karena capek senyum loh, Tanya,” giliran barbie dokter yang membuat pengakuan.

“Iya yah, pasti melelahkan kalau harus senyum terus yaaah. Oke, mulai sekarang ayo kita bikin kesepakatan: kalian boleh banget nunjukin kesedihan kalian di depan aku dan boleh cerita ke aku kenapa kalian sedih? Seperti aku yang selalu kayak gitu ke kalian? Teman harus begitu kaaaaan?”

“Iyaaa, Tanyaaaa. Sepakaaaat.” Serentak barbie-barbie yang sudah bebas dari debu itu menjawab.

“Yeyeye, asik asik. Nah, udah dulu yah. Udah mau jam 5 sore. Aku janji mau bantuin papa ngasih makan ikan-ikan nih. Sini aku bantu kalian naik ke lemari kaca.” Tanya lalu menaruh barbie-barbienya di lemari kaca, rumah mereka. 

Setelah hari itu, barbie-barbie Tanya jadi jarang kelihatan mirip lagi. Masing-masing mulai menunjukkan raut wajah yang sesuai dengan perasaan mereka. Mereka jadi makin menyenangkan. Tanya jadi makin akrab dengan mereka. Setiap di kamar, ia mengecek raut wajah barbienya dan menanyakan atau mendengar cerita mereka mengapa raut wajah mereka seperti itu. Sesekali, Tanya memang melihat mereka senyum sepanjang hari. Kalau sudah begitu, Tanya jadi curiga. Untuk memastikan, di malam hari, ia pura-pura berangkat tidur. Dari balik bantal ia akan mengintip apakah ada barbie-barbienya yang segera menunjukan kesedihan. Tanya ingin memastikan mereka tidak melanggar kesepakatan. Untungnya, barbie-barbie itu sungguh-sungguh melaksanakan kesepakatan. Tanya jadi senang sekali. Jika mereka tersenyum sepanjang hari itu berarti senyum mereka jujur. Tanda kalau barbie-barbie Tanya sungguh-sungguh melewati hari yang menenangkan.

1 comment: