Tanya selalu suka barbie. Ia
punya beberapa koleksi barbie. Koleksi yang didapatkan dari kado ulang tahun,
hadiah dari mama atas nilai rapornya yang baik, atau oleh-oleh yang dibelikan
papa sepulang dari bertugas di luar kota. Barbie-barbie itu kurus dan berambut
pirang panjang. Tanya rasa, mereka cantik. Sama cantiknya dengan tante-tante
Tanya yang tidak kurus dan tidak berambut pirang panjang. Tapi, bukan itu
alasan utama Tanya suka sama barbie. Tanya suka sama barbie sebab barbie itu memiliki pekerjaan.
Barbie-barbie Tanya ada yang memakai baju dokter, perawat, pembaca berita, dan
koki. Memang sih, suatu hari, ayah pernah membelikan Tanya sebuah barbie yang
memakai gaun. Tidak memakai seragam pekerjaan tertentu. Awalnya, Tanya duga barbie
itu pasti tidak memiliki pekerjaan. Tanya jadi kurang suka dengan barbie itu.
Setelah Tanya pikir-pikir, ada pekerjaan yang tidak butuh seragam. Model, pedagang,
pemusik, pelukis, penulis, misalnya. Mulai saat itu, jika diberi barbie yang
tidak berseragam, Tanya akan bertanya mereka ingin bekerja sebagai apa. Selalu
ada jawaban dari barbie-barbie Tanya. Iya, selain cantik, semua barbie Tanya bekerja.
Makanya, Tanya sayang barbie-barbienya.
Saking sayang dengan barbie-barbienya,
Tanya menyediakan hari khusus
di setiap minggu untuk bercakap-cakap dengan mereka. Sambil bercakap, ia
membersihkan debu yang menempel di tubuh dan baju mereka serta menyisir rambut
barbie-barbienya dengan sisir khusus barbie. Sebenarnya barbie-barbie Tanya bisa melakukan hal itu sendiri. Tanya
saja yang sengaja membuat kebiasaan itu. Tanya mau membuktikan rasa sayangnya
lewat kebiasaan yang ia ciptakan. Dan hari ini termasuk hari bercakap-cakap dengan barbie-barbie itu.
“Aku perhatiin, kalian sama semua
yah?” Tanya bertanya pada barbie-barbienya saat menyisir rambut barbie bergaun merah yang mengaku sebagai
pelukis.
“Apa sebab bentuk tubuh dan warna
rambut kami, Tanya?” sambil tersenyum, barbie yang memakai baju dokter
bertanya.
“Bukaaaan bukaaaan. Aku pikir-pikir
kalian keliatan mirip gara-gara kalian semua senyum. Hehehe. Kalian pasti senang banget ya jadi
barbie? Makanya gak pernah sedih.”
“Kata siapa. Kami sering merasa sedih kok. Cuma, kata
pembuat kami, ‘Kesedihan tidak pantas ditunjukan.’ Makanya, kami selalu nunjukin senyum kami ke
manusia,” jawab si barbie pembaca berita.
“Kok gitu sih? Gak papa lagi
kalau kalian sedih dan mau nunjukin kalo kalian sedih.”
“Tapi Tanya, semua orang suka
kebahagiaan, bukan kesedihan,” sahut barbie penulis dan pemusik bersamaan.
“Iya. Tapi, kata mama aku, yang
paling penting itu kejujuran loh. Kalau kalian sedih tapi senyum melulu berarti kalian
pura-pura tuh. Saat sedih,
kalian boleh tidak senyum kok. Menangis juga boleh,” ucap Tanya sambil
membersihkan debu di tubuh dan baju barbie koki.
“Tapi papa mamamu ngasihin kamu boneka barbie
biar kamu ada temannya. Dan kalo nemanin kamu, kami gak boleh sedih kan?”
sambil memainkan rambutnya, si barbie model berkata.
“Ye, justru karena kalian teman aku, kalian
boleh nangis. Teman bukannya buat cerita hal-hal yang nyenengin dan yang sedih
yah? Aku aja kalau sedih karna nilai ulanganku turun atau nonton berita tentang
hutan yang terbakar, suka cerita ke kalian kan? Terus selama ini kalau sedih
kalian ngapain?”
“Kami berbagi kesedihan-kesedihan kami, Tanya.
Tentu saja saat kamu tidak di kamar atau sedang tidur. Biasanya ada yang sampai
menangis, ada juga yang hanya cemberut, atau sekedar mengeluh dengan mimik
datar,” kali ini barbie berkacamata yang katanya adalah seorang guru berbicara.
“Berani banget kalian berbagi rahasia di
belakang aku. Hum hum hum? Aku tuh ngerawat kalian, tapi aku malah diginiin.
Kalian harus menerima hukumanku. Haruuuuuuuus!” Dengan mata yang sengaja
dibikin melotot, Tanya pura-pura menarik rambut barbie-barbienya. Barbie-barbie
Tanya tertawa-tawa kecil melihat kelakuan Tanya yang mungil itu.
“Memangnya apa sih yang bisa bikin kalian
menangis?”
“Macam-macam, Tanya. Bisa karena ada barbie
yang jahat ke barbie yang lain. Bisa juga karena berita-berita terdengar dari
televisi di ruang keluargamu,” barbie pedagang menjelaskan.
“Eh, tapi ada juga yang nangis karena capek
senyum loh, Tanya,” giliran barbie dokter yang membuat pengakuan.
“Iya yah, pasti melelahkan kalau harus senyum
terus yaaah. Oke, mulai sekarang ayo kita bikin kesepakatan: kalian boleh
banget nunjukin kesedihan kalian di depan aku dan boleh cerita ke aku kenapa
kalian sedih? Seperti aku yang selalu kayak gitu ke kalian? Teman harus begitu
kaaaaan?”
“Iyaaa, Tanyaaaa. Sepakaaaat.” Serentak
barbie-barbie yang sudah bebas dari debu itu menjawab.
“Yeyeye, asik asik. Nah, udah dulu yah. Udah
mau jam 5 sore. Aku janji mau bantuin papa ngasih makan ikan-ikan nih. Sini aku
bantu kalian naik ke lemari kaca.” Tanya lalu menaruh barbie-barbienya di
lemari kaca, rumah mereka.
Setelah
hari itu, barbie-barbie Tanya jadi jarang kelihatan mirip lagi. Masing-masing mulai
menunjukkan raut wajah yang sesuai dengan perasaan mereka. Mereka jadi makin
menyenangkan. Tanya jadi makin akrab dengan mereka. Setiap di kamar, ia
mengecek raut wajah barbienya dan menanyakan atau mendengar cerita mereka
mengapa raut wajah mereka seperti itu. Sesekali, Tanya memang melihat mereka
senyum sepanjang hari. Kalau sudah begitu, Tanya jadi curiga. Untuk memastikan,
di malam hari, ia pura-pura berangkat tidur. Dari balik bantal ia akan mengintip
apakah ada barbie-barbienya yang segera menunjukan kesedihan. Tanya ingin memastikan
mereka tidak melanggar kesepakatan. Untungnya, barbie-barbie itu
sungguh-sungguh melaksanakan kesepakatan. Tanya jadi senang sekali. Jika mereka
tersenyum sepanjang hari itu berarti senyum mereka jujur. Tanda kalau
barbie-barbie Tanya sungguh-sungguh melewati hari yang menenangkan.
Sukaa
ReplyDelete