Salah satu karya yang dipamerkan dalam "Senja, Secangkir Teh, dan Sepinggan Gorengan". Diambil dari Facebook Anya Paramitha. |
Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong
senja–dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah
kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?
Dengan baris-baris itu Seno Gumira Ajidarma membuka “Sepotong Senja untuk Pacarku”. Alkisah, cerpen itu pernah
jadi kegemaran Irine Octavianti Kusuma Wardhanie dan mantan pacarnya. Pernah
ada hari-hari di mana mereka saling berkirim potret senja dan berpuisi tentang senja. Sayangnya, akhir
kisah mereka tak seindah senja di ufuk barat. Demi merayakan lubang besar yang
menganga di dalam dirinya lepas perpisahan mereka, Irine lalu membuat sebuah
pameran bernama “Senja, Secangkir Teh, dan Sepinggan Gorengan”. Saya bayangkan,
dalam kisah mereka, Irinelah yang menjelma Sukab. Pameran itulah senjanya. Mantannya
adalah Alina. Irine mungkin, lewat “Senja, Secangkir Teh, dan Sepinggan
Gorengan”, mengirimkan kerinduan, dengan
cium, peluk, dan bisikan terhangat, dari sebuah tempat yang paling sunyi di dunia
seperti yang dikirimkan Sukab kepada Alina. Adakah Irine tahu bahwa Alina, yang bisa diketahui lewat suratnya, sebenarnya tidak mencintai Sukab? Bahwa ia mungkin, seperti Sukab, terlalu berjuang untuk seseorang yang tidak mencintainya. Saya lupa
menanyakan hal itu kepada Irine saat mengajukan beberapa pertanyaan terkait
pamerannya di suatu malam, setelah pamerannya usai.
Cerita dong latar belakang pameran "Senja,
Secangkir Teh, dan Sepinggan Gorengan"?
Saya baru putus. Putusnya itu lewat chat di internet. Suatu hari saya bangun,
lihat kalimat-kalimat yang terpampang di layar komputer hasil chat kami: kita
harus putus. Aku gak keluar kamar
seminggu. Saya capek nangis. Habis itu saya hubungin
seorang teman, namanya mbak Widi. Entah kenapa kepikirannya dia. Saya sms, “Mbak,
saya capek nangis. Yuk gawe acara
(ayo bikin acara).” Habis itu dia tanya kenapa saya nangis. Saya bilang saya
baru putus, bla bla bla. Yauda,
datanglah saya ke sebuah kedai kopi dekat kampus. Dari situ, ngonsepin acara. Latar belakang kenapa
nama pamerannya “Senja, Secangkir Teh, dan Sepinggan Gorengan” sebab saya dan
mantan pacar sama-sama suka cerpennya Seno Gumira Ajidarma, “Sepotong Senja
untuk Pacarku”. Jadi, ada suatu ketika, satu bulan penuh, waktu saya KKN,
senjanya bagus banget dan saya suka motret dan ngirim ke dia. Dia pun gitu.
Dia di tempat kerjanya. Dia ngirim
potret-potret senja. Terus kita sama-sama suka membuat puisi tentang senja.
Berpura-pura sebagai Sukab dan Alina. Pernah ada satu ketika, waktu itu janji
sama diri sendiri, angan-angan, kalau dia pulang nanti dari Manado, saya sudah
menunggunya. Kami pacaran jarak jauh. Yogyakarta-Manado. Dia pulang ke Bandung,
akan ada sebuah perayaaan kecil. Sebuah welcome
party buat dia nanti. Setelah setahun dia ninggalin kotanya, setahun ninggalin
saya. Dan itu sudah direncanain. Dia
pulang rencananya tanggal 20 Desember 2012. Tanggal 5 November kami putus.
Ternyata harus putus kan yah? Yauda, sekalian aja buat acara ini.
Berarti sebelumnya kamu mau nyamperin dia
ke Bandung. Mau bikin welcome party buat dia di sana. Tapi, karena kalian
putus, jadi kamu bikin pameran di Yogya. Kalau jadi di Bandung kan jelas yang kamu rayakan apa. Nah, kalau pameran ini, apa yang kamu rayakan?
Sebenarnya pameran ini perwujudan emosiku. Pelepasan emosi. Karena ketika
kami putus, yang aku rasain adalah
lubang besar yang menganga di dalam diriku. Jadi, aku cuma gak mau sendirian sih
sebenarnya. Pengen ngumpul sama
teman-teman. Pengen lihat orang baru.
Makanya, aku mengonsepkan acara di mana kita bisa kumpul dan cerita-cerita. Di
mana acara itu seperti saat kamu datang ke temanmu, terus cerita “Aku habis gini, gini, gini, loh. Aku habis putus
dan rasanya gini, gini, gini.” Selama
ini orang galau selalu diejek. Tapi ketika beberapa orang galau itu ngumpul, jadilah sebuah pameran.
Merayakan kenangan. Karena sebenarnya, selama kami pacaran itu tidak terlalu
banyak kenangan bersama. Tapi karena terlalu banyak itu malah membekas banget. Karena setiap kita bisa ngobrol, itu jadi berarti banget. Sekali lagi, pameran ini
merayakan sebuah kenangan, sebuah kehilangan. Bahwa kenangan, kehilangan, harus
mendapatkan sebuah tempat. Ada seorang teman pernah memberikan respon untuk
pernyataanku: “Aku malu nangis terus. Tapi aku gak bisa nahan nangis.” Dia bilang, “Ya, sebenarnya
sekalian aja orang tahu bahwa kamu itu
benar-benar sakit. Bahwa kamu itu pengen
nangis. Kamu merasa kehilangan. Yauda,
biar aja orang lain tahu.” Jadi, pameran
ini juga dibikin supaya orang lain tahu, terkesan narsis memang, bahwa
kehilangan itu harus tetap dapat ruang. Bukan cuma kebahagiaan, bukan cuma
perayaan-perayaan yang bisa bikin kita senyum. Tapi hal-hal memalukan, yang
nangis, yang patah hati, ditinggalin pacar, diputusin pacar tanpa alasan, juga
harus dirayain.
Konsep pamerannya bagaimana?
Konsep adalah merespon puisi-puisi di blogku. Kita mengajak semua orang
untuk terlibat, untuk gabung aja.
Yang suka melukis, ayo. Yang suka fotografi, ayo. Yang suka kerajinan tangan,
ayo. Jadi tidak terbatas. Karena selama ini kalau kita datang ke sebuah pameran
itu tuh terbatas. Misalnya, pameran
lukisan, yauda yang kita lihat hanya lukisan dan caption. Pameran kemarin sengaja didesain dengan tema-tema yang
berbeda per ruangannya.
Tema per ruangan itu apa aja?
Tempat pameran itu terbagi empat, aku misalkan bagai ruang-ruang dalam
rumah, ada ruang tamu, kamar dua, dan satu gudang. Di ruang tamu itu konsepnya
pagi hari. Semua aktivitas pagi hari ada di situ. Berwarna-warni. Cerah ceria. Gak ada warna gelap sama sekali. Warna nyolok bahkan banyak boneka-boneka. Itu gambarin kekonyolan-kekonyolannya kita,
kekanak-kanakannya kita waktu jatuh cinta. Ya, kadangkala orang mikir norak.
Norak banget. Ya iya. Itu yang kita rasain. Di ruang kedua itu senja. Itu
ruang sore. Di situ ada instalasi dari teman-teman otakatik kreatif dan ada
instalasi dreamcather dari mbak Widi.
Itu nyeritain ketika kamu harus
menghadapi sebuah masalah. Ringkasnya, masalah cinta. Kamu mulai merasa goyah.
Kamu bingung, kamu melankolis. Itu senja. Ketika masuk ke ruang ketiga, ruang
gelap. Itu benar-benar diatur gelap. Isinya instalasi saya berkolaborasi dengan
seorang fotografer. Ruangan itu seperti sebuah ruangan sehabis perang. Ada
suatu kejadian besar, ada sebuah kemarahan yang meledak di ruangan itu. Ada
bingkai yang jatuh, patah bingkainya. Ada yang pecah kacanya. Ada kursi
terbalik. Ada kotak musik. Ada foto-foto. Ada bunga mawar yang jatuh. Itu gambarin perasaanmu udah hancur di situ. Sedang di ruang terakhir ada dreamcatcher dengan satu fotonya mbak
Widi. Dreamcatcher itu ibarat mimpi,
mimpi buruk. Saat patah hati, kita tidur itu cuma buat menghindari mimpi buruk
juga. Kita harus milih, mau tidur terus atau bangun untuk hadapi kenyataan.
Singkatnya itu adalah ruang untuk memilih, kamu mau move on atau gak.
Yang terlibat dalam pameran siapa aja? Ada apa aja
di pameran ini?
Di pembukaan ada tarian Women in Hope.
Tentang seorang perempuan yang ditinggalkan begitu saja oleh kekasihnya. Seorang
perempuan yang sangat mencintai laki-lakinya dan berharap memiliki kehidupan
bersama di jenjang berikutnya. Tapi sayang, di tengah-tengah perjalanan
cintanya dia harus ditinggalin. Dia sempat meminta lelakinya itu kembali, tapi
lelakinya itu menolak. Ada beberapa mahasiswa ISI, mbak Nia dan mbak Devi.
Untuk crafting ada teman-teman dari Magic Fingers. Terus foto, ada mbak Widi
dan mbak Fira. LifePatch itu untuk
instalasi. Otak-atik kreatif juga instalasi. Dan saya sendiri.
Dengar-dengar akan ada mini album dan buku juga?
Iya, ada mini album senja dan buku. Mini album itu berisi 6 lagu yang
berangkat dari puisi-puisi. Akan diluncurkan di bulan Februari bersama dengan
buku. Buku itu adalah kumpulan kisah tentang senja. Itu merupakan respon
teman-teman yang suka nulis. Aku meminta mereka memilih sebuah karya dalam
pameran kemarin yang menurut mereka menarik. Itu kemudian dijadikan sebuah
tulisan. Tulisannya terserah mereka. Yang akan diterbitkan bekerjasama dengan Indie Book Corner. Dalam buku yang sama
juga akan ada beberapa puisi saya yang jadi semacam selipan-selipan.
Kembali ke apa yang membuat kamu berpameran. Kamu
tadi bilang bahwa pameran ini kamu anggap sebagai pelepasan perasan-perasaan
kamu. Pamerannya kan udah selesai nih. Nah perasaanmu?
Belum selesai. Masih ada
perasaannya. (Kemudian tertawa) Aku masih pengen bilang ke orangnya, “Aku
kangen kamu.”
Pertanyaan terakhir: orang itu, mantan kamu, tahu
tidak kamu bikin pameran ini?
Aku gak tahu. Aku gak tahu, dia tahu atau gak.
menarik sekali, mbak. patah hati justru "dipamerkan" ke khalayak lewat karya.
ReplyDeletesebuah pameran untuk merayakan kesedihan.
ReplyDeleteada dokukmentasi foto2 yg lainnya gak mbak? penasaran sama empat ruangnya :)